Gelang Hitam dan Hantu Masa Lalu

Gelang Hitam: Merawat Luka Cinta dan Bencana
Nyirika
Penerbit Nawalapatra
212 hlm; 20 cm
Rp75.000,-

      Teks adalah gelombang pasang yang menghempaskan seutas gelang hitam ke dekat saya. Bentuk dan bau gelang itu sudah tidak karuan, tetapi saya tahu pada benang-benangnya yang teranyam terkandung cerita-cerita yang dibawa lautan.
Ketika saya pungut, baru saya sadari gelang itu membawa banyak hantu-hantu masa lalu. Mulai dari bencana tsunami di Aceh, trauma berlapis yang dijejakannya, sampai urusan mantan.
Kenangan-kenangan yang berserabutan di gelang itu seakan-akan berusaha saling membelit dan mencekik. Namun, jalan menuju pangkal benangnya ternyata tidak rumit. Untuk mengurainya, kita hanya tinggal mengikuti jalur yang diarahkan.



“Gelang Hitam” dilatarbelakangi peristiwa tsunami Aceh. Konflik berputar di sekitar kehidupan Saras, relawan muda asal Bandung. Melalui keseharian Saras, kita mendapatkan gambaran mengenai korban-korban gempa di Aceh, apa saja guncangan yang mereka alami, dan bagaimana para relawan menanganinya.
Saras yang seperti sponge menyerap duka korban-korban—terutama duka seorang gadis kecil bersnama Fitri—dan membawanya pulang ke Bandung. Kisah cintanya yang tidak mulus dengan Rian, pemuda Aceh yang manis seperti aktor Teuku Wisnu, menambah-nambah bebannya.
Depresi dan mimpi-mimpi buruk lantas melanda Saras. Melalui permasalahan yang diurai selapis demi selapis dengan pendekatan terapi psikologi, saya jadi tahu Saras mengalami STSD (Secondary Traumatic Stress Disorder), suatu kondisi yang masih bersaudara dengan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).
Keunikan lainnya, cerita ini dilihat dari sudut pandang almarhum Hanifah, segumpal nafsu gentayangan yang juga ibu dari si kecil Fitri. Mari kita tilik makna dari nafsu itu sendiri:

Menurut KBBI:
nafsu/naf·su/ n 1 keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yang kuat.

Menurut Wikipedia:
Hawa nafsu adalah sebuah perasaan atau kekuatan emosional yang besar dalam diri seorang manusia; berkaitan secara langsung dengan pemikiran atau fantasi seseorang. Hawa nafsu merupakan kekuatan psikologis yang kuat yang menyebabkan suatu hasrat atau keinginan intens terhadap suatu objek atau situasi demi pemenuhan emosi tersebut.

Ketika Hanifah masih hidup, ada sesuatu yang belum terselesaikan, lantas menjadi obsesi yang mengejar setelah Hanifah meninggal. Ini menghadang proses perempuan tersebut menuju nafsu mutmainnah; nafsu yang mendapat ridha Allah dan mengantar seseorang menuju khusnul khatimah (happy ending) di surga-Nya. Itu sebabnya Hanifah masih berkeliaran di dunia dan keluar-masuk melalui ubun-ubun Saras.
Hanifah yang dalam “Gelang Hitam” berfungsi sebagai pencerita, mempunyai karakter otentik serta suara khas yang realistis (ini keren sekali). Seperti ibu-ibu penggemar sinetron, ia seru sendiri menonton kisah hidup Saras, terutama yang berkaitan dengan kisah cintanya.
Kendati begitu, hubungan Hanifah dan Saras tidak berjarak seperti ibu-ibu dan sinetron yang ditontonnya (sehalu-halunya ibu-ibu itu, mereka dan tokoh sinetron tetap berjarak). Saras dan Hanifah terikat pada pangkal permasalahan yang sama, bahkan menjadi kunci jawaban untuk satu sama lain.
Nah. Di sinilah saya merasa ada sesuatu yang kurang rata teraduk. Hanifah berdiri canggung di antara sudut pandang orang pertama dan ketiga. Terutama di bagian-bagian awal novel, Hanifah seperti seseorang yang diminta memotret, tetapi tak sengaja jempolnya menutupi lensa kamera.
Hanifah yang dapat masuk ke dalam diri Saras digambarkan mampu membaca pikiran dan ikut menghayati perasaan Saras. Kendati begitu, privilege tersebut hanya terasa hadir sebagai alat, bukan relasi yang selayaknya tumbuh jika terjadi persentuhan yang sedemikian intim.
Untungnya cerita ini kemudian diakhiri dengan manis dan apik. Di penghujung cerita, Saras dan Hanifah akhirnya berbagi ruang, bertukar kunci, dan saling menyembuhkan. Meskipun saya tidak akan menceritakan dengan rinci akhir novel “Gelang Hitam” supaya tidak spoiler, segalanya akhirnya khusnul khotimah.
 
***

Saya mengenal Teh Rika Setiati sekitar lima tahun yang lalu ketika diajak menjadi relawan mendongeng di Cianjur untuk Yayasan IBU.
Meskipun terkesan cuek dan santai, Teh Rika adalah sosok pemimpin yang bisa diandalkan. Ia yang sudah malang melintang sebagai relawan bencana, membaktikan hidupnya di sana. Pengalaman ini jugalah yang membuat novelnya dapat dengan nyata memotret kehidupan di wilayah bencana. Teh Rika juga paham betul kasus-kasus psikologis yang dialami korban bencana maupun relawannya.  
Hmmm … kalau begitu … apakah sosok Saras sungguh-sungguh ada? Kan katanya sebagian dari novel ini adalah kisah nyata. Jangan-jangan Saras adalah … coba tebak, mana yang nyata, mana yang fiksi.
Namun sebelum menebak-nebak, sepertinya kita perlu terlebih dahulu membaca bukunya. Sebagai informasi, novel ini tidak dijual di toko-toko buku, tetapi bisa dipesan ke sini. Ikuti juga informasi-informasi terkait melalui instagram penulisnya @rikasetiati dan penerbitnya @nawalapatra.

***

Sebelum mengakhiri tulisan ini, ada bonus yang agak OOT dari review. Sosok Rian yang digambarkan mirip Teuku Wisnu, gadis kecil bernama Fitri, dan karakter khas ibu-ibu pelahap sinetron membuat saya teringat pada cinta yang pernah dicurigai takkan pernah berakhir, terutama karena sepenggal lirik soundtracknya adalah "jalan kita masih panjang, kuingin selalu di sini".
gambar dipinjam dari manojpunjabi.com

Baiklah. Selamat membaca “Gelang Hitam”, Teman-teman. Kini gelang itu saya kembalikan kepada laut. Semoga gelombang teks membawanya menuju kamu.

Komentar

NyiRika mengatakan…
Terima kasih banyak Dea.. reviewmu keren banget. Sebagai penulis novelnya, aku merasa dipahami banget.

Ya, memang 70%nya nyata. Tidak hanya Saras, tapi juga karakter-karakter lain (yang di Acehnya saja) - hanya namanya saja yang diganti-ganti, hehehe.

Terima kasih juga masukannya. Memang 'sang pena' dalam diri menempatkan Hanifah sebagai sudut pandang dan sub plot. Itu mungkin semacam mekanisme pertahanan diri penulisnya yang mewek melulu ketika menulis draft pertama (pake POV 3), sebelum Hanifah muncul sendiri atas kritikan dan masukan editor.

Terima kasih banyak pokoknya mah.
salamatahari mengatakan…
Emosional ya nulisnya, Teh? Hehehe....

Hmmm...mekanisme pertahanan. Kayak Saras, ya, banyak defense-nya :p

Terima kasih kembali juga pokoknya mah. Tokoh Hanifah idup banget. Otentik dan kebayang kalau sosoknya ada kira-kira kayak apa :D