Beberapa menit sebelum foto ini
diambil, tempat ini sesek sekali. Ada setumpuk barang bekas yang sebetulnya
nggak pengen kami simpen. Ada kardus-kardus besar bekas alat musik,
barang-barang yang udah rusak, botol-botol plastik, dan lain sebagainya. Tapi
kami nggak tau mau ngasih barang-barang itu ke mana. Mereka terlalu banya,
nggak jelas, dan besar-besar.
Sampai pada suatu pagi, lewatlah
tukang loak. Semua barang itu kami kasih ke dia. Ngeliat kegembiraan di wajah Si
Tukang Loak priceless adanya, Temen-temen. Dia ngelipet kardus-kardus kami
dengan semangat dan mata berbinar-binar.
“Berapa ini, Pak?” tanya tukang loak
ke Ikan Paus.
“Ambil ajalah,” saut Ikan Paus.
“Iya, Pak, semoga bisa jadi rejeki,”
tambah Dea.
Si Tukang Loak tampak lebih seneng
lagi. Saking senengnya, tangannya sampe
separoh gemeter waktu ngumpulin barang-barang bekas kami. Dia pamit dengan
wajah berseri-seri sambil ngucapin terima kasih berulang-ulang setelah itu.
Sebenernya ini hal sederhana yang
biasa aja. Tapi buat Dea tetep menyenangkan kalau dirasa-rasain lagi. Hal-hal
yang kita nggak mau lagi ternyata bisa betul-betul jadi kebahagiaan buat orang
lain. Kita cuma perlu tau ke mana ngasihnya.
Dalam waktu beberapa menit, ruang
tengah rumah kami jadi melompong.
Tapi sebelum hari itu betul-betul
dimulai, ada tiga hati yang udah menjadi penuh ^^
Sundea
Komentar