-Cigadung, 20 Februari 2016-
Yume No Machine
#RobotMenikah
Tepat ketika Evan dan Attina hendak
menorehkan cat di dinding galeri Ruangdepan S.14, hujan turun deras tanpa diperhitungkan.
Kehebohan terjadi dan mereka harus lebih kompak bekerja sama. Dengan gegas
mereka harus memutuskan siapa yang mengaduk cat, siapa yang menulis di dinding,
dan siapa yang memayungi pasangannya. Repot. Tetapi seperti kata mereka,
“Jangan sampai kita menghilangkan hal-hal yang bikin kita berdua bahagia”.
Evan Driyananda dan Attina Nuraini
adalah sepasang “half robot, half human” yang berkarya bersama. Setelah lima
belas tahun menjalin persatuan dan kesatuan (maaf TVRI, pinjam tagline-nya) dengan bentuk hubungan yang
sulit dijelaskan, akhirnya mereka memberi outline
pada relasi mereka. Pernikahan.
“Buat kita, nyiapin pernikahan itu
seperti nyiapin pameran,” ungkap Attina yang langsung disetujui oleh Evan.
Untuk pernikahan mereka, mereka membuat tempat cincin yang “Evan dan Attina
banget”. Mahar mereka pun berbentuk karya.
Dan yang paling menarik, di depan
gedung pernikahan mereka terpasang sepasang robot raksasa – karya juga – yang
diberi tajuk “Teen Toys”. “Pas taun 2012, robot itu awalnya
cuma sendiri,” cerita Evan. Baru setelah memutuskan untuk menikah, mereka
sepakat untuk membuat robot pendamping.
Segala pernak-pernik pernikahan
mereka kemudian berpindah menjadi pameran sungguhan di Galeri Ruangdepan S.14.
Diberi tajuk “Yume No Machine” yang artinya “Mesin Mimpi”. Dengan pameran ini
mereka ingin berbagi kebahagiaan. Pada warna-warna salem dan figur-figur
bergaya mainan — banyak di antaranya robot sesuai tagar #RobotMenikah – yang
terpajang di kemungilan galeri, kebahagiaan yang manis seperti gula kapas itu jelas terpancar.
Semuanya dapat kamu saksikan sampai tanggal 16 Maret mendatang.
Lalu mengapa harus robot?
“Kalau kita berkarya berdua,
visualnya selalu jadi robot. Padahal kalau berkarya sendiri-sendiri malah
enggak,” jawab Attina. Akhirnya mereka mempertahankan branding itu. Mereka juga sering menyebut diri “half human, half
robot” sebab – meski menyatukan dua kepala bukan hal yang mudah – saat bekerja
bersama, tenaga mereka berganda-ganda sekuat robot, bisa multitasking, serta dapat dengan mudah memilah urusan bekerja
dengan relasi pribadi. “Semua kayak udah ada sistemnya,” kata Evan.
Bertahun-tahun berkarya bersama
membuat mereka bertumbuh dan saling lebur. “Bukan saya ngikutin Attina atau
Attina ngikutin saya. Prinsipnya justru gimana Attina bisa nutupin kekurangan
saya, dan saya bisa nutupin kekurangan Attina,” papar Evan. Evan dan Attina mengakui, butuh waktu bahkan
rangkaian perdebatan untuk mencapai kata sepakat. Tapi toh mereka melewatinya
dan menemukan bentuk untuk kolaborasi mereka.
Pernikahan adalah sebuah pilihan yang
altruistik. Ketika memutuskan untuk berbagi hidup dengan seseorang, kita
kehilangan “aku” dan belajar membangun
“kita”. Inilah rahasia kecil pernikahan yang perlu selalu diingat dan dipegang
teguh.
Saya yakin Evan dan Attina paham
betul hal itu. Sebab, selama menjadi partner, mereka sudah menerapkan prinsip
ini dalam berkarya. Pernikahan hanya maju selangkah lagi. Lebih utuh. Memberi
garis tepi pada warna-warni yang mereka torehkan. Menyimpulkan waktu sebagai
“selama-lamanya”.
Dear Evan dan Attina, selamat
menjalani hidup sebagai #RobotMenikah. Akan ada hujan dan badai, tapi ada juga matahari
dan musim semi. Akan ada banyak hal yang tidak terduga, tapi itu semua adalah
bagian dari petualangan yang pada dasarnya menyenangkan. Seperti hujan yang
tiba-tiba turun ketika kalian akan ber-performance
art bersama di Ruangdepan S.14 tempo hari.
Jika kalian teliti, di sepanjang
perjalanan kalian akan menemukan banyak sekali harta karun yang – begitu
menjadi milik kalian – tak akan pernah bisa dicuri. Mereka akan menjadi bekal
kekayaan yang memelihara hidup kalian menuju “happily ever after” dan menggerakkan
yume no machine kalian.
… kita bisa menyebut harta karun itu
sebagai “wisdom” ^^
Sundea
Komentar