Laut tak pernah bilang ia paling setia,
tapi ikan-ikan kecil, batuan karang,
nelayan dan ganggang menyadarinya...
Bait tersebut
dicuplik dari puisi "Di Altar" karya Adimas Immanuel. Dari antara
semua karya yang dimuat dalam "Di Hadapan Rahasia" -- kumpulan
puisinya yang diluncurkan pada tanggal 17 Februari 2016, tepat hari ini --
"Di Altar" adalah yang paling berkesan bagi Dimas. Mengapa?
Yuk, mengobrol dan
kenal lebih dekat dengan sastrawan yang tahun ini baru akan berusia 25 tahun
ini...
Dimas, sehari-harinya
kegiatan kamu apa, sih?
Saya bekerja di salah satu
PR consultant sebagai copywriter. Di luar hal itu saya masih meneruskan magister
kebijakan publik di Universitas Indonesia.
Dari kecil udah punya
cita-cita jadi sastrawan ... ? Eaaa ... sastrawan ...
Ketika kecil ingin jadi pilot,
ketika remaja ingin jadi musisi, mulai iseng
menulis SMP. Tapi serius ketika mahasiswa, biasa lah patah hati. Haha. Dan ketika
kian dewasa kian menerima realita dan tak berharap banyak untuk jadi apa-apa, selain
menulis. Haha.
Keluarga kamu
berkesenian juga?
Orangtua saya besar dengan
seni teater. Dari situlah mungkin alasan paling kuat mengapa saya senang bergelut
dengan kata-kata dan menulis puisi. Yang menarik barangkali keragaman budaya tempat
saya tumbuh. Saya besar di lingkungan keluarga Kristiani yang taat (meski saya yang
bandel sendiri, duh!). Saya berdarah Jawa dan Cina. Saya dibesarkan di lingkungandengan budaya tutur Jawa, tapi lingkungan Arab. Saya-muda merasakan banyak benturan
budaya dan perspektif, dari situlah awal kegelisahan saya dan yang barangkali membuat
saya-muda merasa harus menulis dan menyampaikan sesuatu, puisi jadi alat.
Oh, ok. Menarik.
Sekarang tentang buku puisi "Di Hadapan Rahasia" yang mau luncur.
Bisa diceritakan sedikit? Kenapa pake judul "Di Hadapan Rahasia"?
Pada awalnya saya memberi
judul lain, yaitu "Taswir". Karena memang puisi-puisi di dalamnya terinspirasi
dari banyak lukisan dan ingin mengalihwahanakan lukisan tersebut. Setelah saya baca
dan kurasi lagi, rasanya puisi-puisi di buku ini jauh lebih 'pekat' daripada puisi
saya sebelumnya. Pekat artinya hanya menyuguhkan suasana. Saya merasa puisi-puisi
di buku ini seperti menyeret orang ke suatu suasana, menghamparkan situasi ke tengah
mereka. Seolah ingin menyampaikan sesuatu tapi tidak cukup ingin menyatakannya dengan
jelas. Puisi-puisi di buku ini pun berjarak, seperti cara manusia menghadapi rahasianya
sendiri. Dan kebetulan ada puisi yang berjudul "Menanam Rahasia" dan "Di
Hadapan Rahasia". Timbullah ide tersebut. Berbagai benda budaya saya hadapi,
saya interpretasikan, dan menjadi perwujudan rahasia-rahasia yang harapannya menjadi
cermin rahasia orang lain.
Wooow. Baiklah. Kalau
begitu cerita, dong, tentang proses pembuatan buku puisi ini...
Saya memilih hal-hal yang
dekat dengan perjalanan hidup saya. Dalam buku ini banyak lukisan, musik, game,
dan tradisi. Sangat subyektif tapi juga memberikan jalan bagi pembaca untuk tahu.
Setelahnya ya kurasi biasa, saya susun temanya sedemikian rupa agar masih ada 'alur'-nya
dari satu puisi ke puisi lain (meski bisa diecer-baca dan lompat-lompat).
Terus katanya di
peluncurannya kamu bakal berkolaborasi sama Andanda Sukarlan dan Mariska Setiawan,
ya? Boleh cerita sedikit siapa mereka ini...?
Ananda Sukarlan dikenal sebagai
pianis, komponis, pendidik, dan aktivis kebudayaan Indonesia. Sebagai pianis, ia
telah memenangkan banyak kompetisi internasional. Sebagai komponis, karyanya berjumlah
ratusan, dipentaskan, dan sering menjadi bahan tesis dan disertasi. Selain aktif memperkenalkan identitas musik klasik
Indonesia melalui Rapsodia Nusantara, ia juga aktif menggiatkan musik sastra dan
mendirikan Yayasan Musik Sastra Indonesia.
Sementara Mariska Setiawan
soprano muda dari Surabaya. Juara 3 Kompetisi Vokal Nasional Tembang Puitk Ananda
Sukarlan 2011.
Terus gimana awalnya
kamu bisa berkolaborasi sama mereka berdua?
Awalnya saya mengenal Ananda Sukarlan di ASEAN Literary Festival
2015. Kami bertemu di situ. Tapi sebelumnya saya sudah sering mendengar karya-karyanya
Rapsodia Nusantara dan komitmennya untuk menggubah karya sastra menjadi musik. Tak
lama setelahnya saya berkenalan dengan Mariska Setiawan. Ananda dan Mariska mengubah
salah satu puisi saya, judulnya "Insang", dan saya langsung menyukainya.
Karena puisi itu bercerita soal ketabahan seekor ikan, Ananda memasukkan elemen
suara musik harpa untuk menggambarkan bunyi gelembung air (kata Ananda, hanya Harpa
yang bisa mengeluarkan bunyi tersebut).
Setelah itu, ketika buku
ini akan terbit, saya terbayang kenapa tidak mengajak kolaborasi? Toh ide awal buku
ini adalah alih-wahana, kenapa tak dialihwahanakan lagi? Jadi biar sebuah karya
seni punya 'perpanjangan tangan' ke karya seni yang lain. Dan audiensnya pun jauh
lebih luas.
Wih, keren sekali. Di antara semua puisi di "Di Hadapan
Rahasia" ini, mana yang paling berkesan buat kamu dan kenapa?
Mungkin puisi yang judulnya "Di Altar". Puisi itu bercerita
tentang pernikahan. Ada salah satu sahabat saya yang sudah mempersiapkan pernikahan
tapi tidak benar-benar tahu mengapa ia menikah. Dan itu mengganggu saya yang belum
menikah. Hahaha.
Ok. Karena
salamatahari edisi ini temanya "Altruis", menurut kamu nulis puisi itu
sesuatu yang altruistik nggak?
Saya rasa semua jenis aktivitas kesenian punya kemungkinan menjadi
altruistik bergantung apa tujuan dan siapa sasaran penikmat karya seni tersebut.
Tapi sejujurnya ketika menulis saya tidak pernah membayangkan harus menjadi altruis/
menulis dengan tujuan altruistik. Saya hanya menyuarakan apa yang saya ingin suarakan
dan berharap hal itu ditangkap oleh pembaca. Dan ketika itu menimbulkan manfaat
bagi orang, menjadi refleksi bagi mereka, membuat mereka mendapatkan sesuatu, saya
rasa tugas saya sudah cukup meski tidak semua puisi-puisi saya bermuatan seperti
itu. Tapi bisa jadi aktiviaktivitas menulisnya lah yang altruis.
Langit tak pernah bilang ia paling setia,
tapi burung-burung, awan yang berarak,
matahari dan cakrawala mengetahuinya ...
...mungkin ada perlilaku-perilaku
altruistik yang dilakukan tanpa betul-betul disadari. Pun menulis puisi. Pada
bait-baitnya, mungkin tertulis rahasia kamu dan saya, tempat kita bercermin.
Semoga sukses
peluncuran "Di Hadapan Rahasia"-nya, ya, Adimas Immanuel, semoga
lancar juga berkolaborasi dengan Ananda Sukarlan dan Mariska Setiawan.
Adimas Immanuel dapat
dikunjungi di
http://www.adimasimmanuel.com
Sundea
Komentar