-Bandung,
Omnispace, 8 Januari 2016-
-Penutupan Pameran “Imajiku” Mufti "Amenk" Priyanka-
“Amenk,
Dea mau nanya. Apa yang bikin kamu tertarik motret kresek item yang fotonya
digedein itu?”
“Kalau
bawa botol nggak dikresekin kan premix pisan keliatannya …”
Di
balik kresek hitam yang gelap, bersembunyi wajah anggur merah. Moralitas
mengecamnya sebagai maksiat. Tetapi bagi beberapa orang, ia adalah sahabat dan
penyelamat. Anggur merah menemani tanpa menilai-nilai. Ia menerima lara,
nestapa, dan kehancuran hati seada-adanya.
“Kalau
beli anggur merah, emang suka ditanya, ‘Bade dikresekan, A?’ Kalau dibawa-bawa
jadi mirip minuman jajanan. Padahal itu identik sama orang-orang yang
bermasalah dengan alkohol,” cerita Amenk.
Dari
antara sejumlah karya yang dipamerkan di pameran foto “Imajiku”, foto anggur
berkresek mendapat tempat yang cukup istimewa. Ia dicetak lebih besar dan
dipasang sendirian di tengah-tengah galeri. “Yang (dipasang di didinding sisi
sebelah) kiri foto personal Amenk dari tahun 2003-2013. Kalau yang kanan, kita
memang nantang Amenk untuk bikin foto baru dengan gaya jurnalistik,” papar
Erwin Windu Pranata alias Ewing, kurator
pameran ini.
sisi kiri |
sisi kanan |
Kita
mungkin lebih mengenal Amenk sebagai seniman drawing. Lalu kenapa kali ini ia malah berpameran foto? Karena
pameran kali ini merupakan rangkaian dari program “Side B” di Omnispace.
Seniman diajak membuat karya di luar kebiasaan berkaryanya. Lantas menurut
Ewing, apa benang merah antara drawing
dan foto Amenk? “Karya Amenk itu jujur,” tukas Ewing tanpa keraguan.
Sebetulnya
apa itu kejujuran? Barangkali anggur merah yang menyembunyikan wajah di balik
kresek hitam paling tahu jawabannya. Konon alkohol membuat orang bicara jujur
apa adanya tanpa beban.
Jika
kresekadalahtuhan, mengapa kadang-kadang ia bersedia menjadi topeng bagi anggur
merah?
Saya
juga tidak tahu. Tapi hari itu saya semakin percaya tuhan melihat hati. Ia lebih sering memilih menjaga dan memahami
ketimbang menghukum dan menghakimi.
Sundea
Komentar