Langsung ke konten utama
Simpul - Hari Terakhir 30 Hari Bercerita
Hei, apa-apaan ini? Ada @bandungphil, @housateasin, Owa Jawa...30 hari ini kamu bercerita setiap hari, tapi nggak ada cerita tentang aku sedikit pun?" tanya #Anakberuang setengah protes.
"Eh, iya, maaf," sesal Dea.
"Bahkan ada Budi Si Beruang Kutub dan #kresekadalahtuhan," lanjut Anak Beruang dengan nada kecewa.
Anak
Beruang mengamati 30 cerita yang berjajar di deretan hari. Ia yang
awalnya tampak sedih karena tidak dilibatkan mulai melompat dari satu
cerita ke cerita yang lain. Tiba-tiba senyumnya terbit seperti fajar.
"Apa
rasanya bercerita selama 30 hari penuh? Nggak ada absen, lho, kamu,"
kata Anak Beruang sambil memainkan bola pantul Pak Dedi.
"Ummmh...menyenangkan. Kita dibiasakan menangkap dan memelihara kisah secara konsisten," sahut Dea.
"Apa gunanya menangkap dan memelihara kisah secara konsisten?" Anak Beruang melompat ke kios #housateasin, lalu mengudap sate kulitnya.
"Apa, ya? Nggak tahu," Dea angkat bahu.
Dea
merenungkan jawaban Dea sendiri. Agak sulit menjelaskan manfaat
praktisnya, tapi setelah program ini selesai, Dea merasa penuh. Setiap
kisah berpotensi hilang terbawa angin. Menangkapnya berarti menggenggam
bibit. Memeliharanya dalam cerita yg dituliskan berarti membutnya abadi,
bahkan mungkin membiakkan kesadaran-kesadaran baru. .
Dea
memperhatikan Anak Beruang yg asyik melompat-lompat. Tampaknya ia sudah
tidak kecewa lagi. Meski bukan bagian dari cerita, ia dapat berdialog
dengan setiap kisah yang Dea haturkan.
"Apa rasanya melompat-lompat di 30 cerita tanpa harus terikat plot?" ganti Dea yang bertanya.
Anak Beruang behenti melompat-lompat. Ia berdiri di hadapan hamparan bukit Habibie, lalu menghirup udaranya, "Segaaaaarrrrr..."
Entah itu jawaban atas pertanyaan Dea atau bukan. Tapi Dea jadi ingin tersenyum.
Tidak
melibatkan Anak Beruang sama sekali di cerita? Tidak juga. Di hari
ke-30 yang paling penting ini, ia adalah pemeran utama
Terima kasih, ya, @30haribercerita, sepanjang bulan ini sesuatu sekali :)
Komentar