Di dalam diri manusia ada tiga kekuatan: cipta, rasa, dan karso (kehendak).
Terlingkupi gua kapur yang besar dan kotak-kotak, Pak Karso duduk menikmati pepayan yang ditanamnya sendiri. Meski matahari cukup terik, Pak Karso aman terlindungi. Gua-gua seakan sengaja menegakkan badan. Karena tahu siapa yang membangunnya, mereka merasa perlu membalas budi.
Pak Karso adalah salah satu penambang paling senior di tambang kapur Sekapuk. Usianya sudah 63 tahun. Hanya dengan menggunakan linggis dan gergaji, ia mengikis gunung kapur di wilayah Ujung Pangkah. Satu bongkah kapur dihasilkannya dalam tempo sekitar lima belas menit. Dan dalam tempo lebih dari dua puluh tahun, linggisnya menghasilkan satu kompleks bangunan arsitektural yang memukau.
“Diambilnya memang disisakan, supaya kita bisa neduh,” jelas Pak Karso.
Sistem penambangan kapur di Sekapuk tidak biasa. Linggis dan gergaji yang tidak serakah meminta seperlunya saja dari gunung kapur, lantas menyisakan sesuatu yang masih bisa dinikmati sebagai imbalan. Selama bertahun-tahun sistem itu memelihara kedamaian-kedamaian ini:
Suami saya dan saya berjalan-jalan dengan perasaan tentram. Hingga tahu-tahu suara alat berat datang mendekat, menghisap suara angin dan burung-burung. Suami saya dan saya berlari mengikuti sumber suara itu.
Ternyata di sebuah bagian tambang kapur Sekapuk, Ujung Pangkah, sebentuk backhoe mulai menggeragas ketentraman. Tangannya meraup dinding-dinding gunung dengan tamak dan tidak pilih-pilih. Bangunan-bangunan karya Pak Karso turut dihancurkan. Katanya untuk dijadikan bahan pupuk.
“Backhoe ini masuk dari kapan, Pak?” tanya saya pada seorang bapak yang sedang berdiri menonton atraksi backhoe.
“Seminggu. Tapi kerjanya akas (rajin),” jawab bapak itu.
Suami saya dan saya menatap backhoe dengan penuh kengerian. Betapa singkatnya waktu yang dibutuhkan untuk menghancurkan, padahal waktu yang dibutuhkan untuk membangun begitu panjang. Jika dalam seminggu begitu banyak yang berhasil digerus, tak sampai setahun lagi, seluruh bangunan kotak-kotak arsitektural itu pasti sudah rata dengan tanah. Gua-gua yang tegak melindungi para penambang dari terik, akhirnya harus membungkuk dan remuk.
Backhoe terus meraup dan meraup. Jantung saya seperti ikut diraup pada saat itu.
Saya lantas menyadari. Backhoe seperti tangan dengan jari-jari yang seluruhnya gerigi.
Ia tak pernah tahu pentingnya memiliki kelingking …
Sundea
foto-foto: Fauzie Wiriadisastra
Komentar