Remah-remah Cerita

Sambil melompat-lompat, Anak Beruang memeluk satu toples kue kering. Di jalan ia bertemu dengan Anak Kelinci.

kuecropped

“Hai, Anak Beruang, selamat pagi. Mau ke mana kamu?” sapa Anak Kelinci.
“Aku mau pergi ke hutan seberang. Mau ikut?” sahut Anak Beruang.
Anak Kelinci menggeleng cepat. “Di hutan itu banyak harimau, bisa-bisa aku dimakan. Kamu tidak takut harimau, ya?”
“Mmmm … tidak terlalu. Lagi pula aku kan bawa kue.”
“Kenapa kue? Apa hubungannya? Bukankah sebaiknya kamu bawa peta dan senjata?”



“Pertama, aku tak bisa membaca peta. Ke dua, aku tidak punya senjata. Jadi aku bawa kue saja … hehehe ….,” kata Anak Beruang sambil tersenyum lebar.
Anak Kelinci kadang tak memahami jalan pikiran Anak Beruang. Tapi pagi itu, ia memilih tak banyak bertanya. “Ya sudah. Hati-hati di jalan, ya. Semoga kamu bersenang-senang di sana nanti.”

Anak Beruang melanjutkan perjalanannya. Setoples kue yang menjadi bekal didekapnya erat-erat. Anak Beruang bukannya tidak bertimbang, ia tahu apa yang akan ia lakukan. Di sepanjang jalan memasuki hutan nanti, ia akan menabur remah-remah kuenya sebagai petunjuk arah. Dan jika sampai bertemu dengan harimau, Anak Beruang berencana menawarkan kuenya sambil tersenyum semanis mungkin, “Daripada makan beruang kecil, lebih baik makan kue. Kue lebih enak, lhooo …”

Setibanya di bibir hutan, Anak Beruang mulai menabur remah kuenya. Sambil melompat-lompat kecil ia memasuki hutan. Tetapi belum sampai tiga langkah, sekelompok gagak menyerbu remah-remah kue Anak Beruang. 

kuesetengah

“Hei, jangan dimakan, itu petunjuk jalan pulangku!” cegah Anak Beruang.
“Petunjuk jalan pulang? Kamu aneh!” tanggap seekor gagak seraya mematuk remah kue di dekat kaki Anak Beruang.
“Iya. Petunjuk jalan pulang itu peta, bukan remah-remah kue,” timpal gagak yang lainnya.

Anak Beruang menganga. Tanpa remah-remah di sepanjang jalan, Anak Beruang pasti akan tersesat. Lalu apa gunanya menabur remah kue jika ia tak bisa melarang para gagak mematukinya? Bola mata Anak Beruang bergerak mengikuti burung-burung hitam beparuh tajam itu. Sebentar saja, tanah hutan yang kering sudah bersih dari remah-remah kue. Gagak tak lagi punya bahan santapan. Maka mereka merentangkan sayap mereka, bertolak dari daratan.

Ketika gagak-gagak itu pergi, Anak Beruang jadi bertanya-tanya sendiri. Apakah harimau akan suka kue? Bagaiamana kalau tidak? Bagaimana kalau harimau tetap akan memilih memakan beruang daripada kue? Bagaimana jika Anak Beruang terluka? Siapa yang akan menolongnya? Dan jika itu betul-betul terjadi, Anak Beruang tak tahu harus berlari ke mana. Ia tak lagi punya petunjuk jalan keluar dari hutan.

Bimbang membuat Anak Beruang terpaksa mencari jalan pulang menuju keyakinan dan keteguhan. Di dalam kepalanya, tak ada peta atau remah-remah kue yang dapat menjadi petunjuk.

Anak Beruang menelusuri jejak keberangkatannya yang samar-samar. 

jejak

Tak sengaja, di sana ia menemukan kata akan dalam memakan

Sundea

Komentar