Obrolan tuhan dan Dea Siang Ini

-Angkot Kalapa-Ledeng, 14 Maret 2011-

“Lho, lewat mana, nih?”
“Biar nggak macet, Neng,”

Angkot tahu-tahu menempuh rute yang tidak biasa. Jalannya asing, sempit, dan berliku. Tapi Dea percaya pada angkot ini. Ke manapun memutar, dia akan berhenti di terminal yang Dea tuju. Terminal yang Dea kenal.

Tiba-tiba Dea mendengar suara dari kolong kursi angkot, 
“Kalau kamu percaya angkot, seberapa percaya kamu sama tuhan?”
“Eh, tuhan! Naik angkot juga …? Mau ke mana?”
“Jawab dulu, Neng …”



Dea terdiam. Setelah dipikir-pikir, angkot dan tuhan memang ada miripnya. Mereka sama-sama membawa Dea dalam sebuah perjalanan. Sama-sama memilih rute yang kadang tak Dea kenal. Dan sama-sama memberi kita pilihan: percaya atau tidak.

“Tapi, tuhan, di angkot kita kan diem aja. Di idup enggak. Di idup kita harus ngambil keputusan, ngadepin pilihan-pilihan yang kompleks, bertindak … prinsipnya nggak sama-sama amat.”

“Memangnya di angkot gimana? Kamu harus waspada dari copet. Berbagi tempat dengan penumpang lain. Mengikuti permain ‘7-5’ supir angkot. Berdamai dengan aroma dan orang-orang yang tidak selalu biasa. Tapi, selama kamu memilih tetap duduk di angkot, pada waktunya kamu akan sampai di terminal, Dea. Sampai di tempat yang kamu tuju. Sama saja kan?”

Lalu angkot berbelok. Keluar dari jalan sempit dan berliku yang asing itu. Muncul di tempat yang Dea kenal. Dan dari situ, Dea tahu ke mana si angkot akan mengarahkan perjalanannya

Ketika seseorang menghentikan angkot, tuhan terbang-terbang ke pintu, “Dea, aku turun duluan, ya …”
“Tuhan mau ke mana?”

Tapi tuhan tidak menjawab. Ia melompat turun dari angkot, sepertinya pindah ke angkot lain. Seseorang naik ke angkot yang Dea tumpangi, sepertinya baru pindah dari angkot lain. Mungkin dia dan tuhan bertukar angkot …

Dea tak pernah tahu tuhan datang dari mana dan akan berangkat ke mana. Tapi di suatu terminal nanti, Dea percaya akan kembali bertemu dengannya …


Sundea

Komentar