Setiap hari koran terbit mengantar berita. Sebentar saja berita menjadi basi, tetapi koran tidak. Lembar-lembarnya bertualang ke mana-mana. Membungkus cabe dan tahu di pasar-pasar, dibawa ke sekolah untuk bahan prakarya anak-anak, membentang menjadi alas-alas, tersimpan sebagai arsip, memberi hidup bagi pedagang koran bekas, menjadi ini, dan menjadi itu. Setelah mengantar peristiwa bersama teks, koran berbaur dengan peristiwa. Tanpa lagi terikat teks.
Koran yang terbuat dari kertas daur ulang mendaur ulang eksistensinya. Saya menangkap esensinya dan mengolahnya kembali ke dalam teks. Ada Bu Meinar yang terus mendaur ulang baktinya, ada koran yang membungkus es batu untuk mengawetkan kue buah, ada arsip persitiwa Chernobyl, dan ada potongan kisah Dongeng Rangkas yang seperti koran pembungkus belanjaan.
Setiap hari masa melahirkan sesuatu yang mudah basi, tetapi mereka selalu meninggalkan anak-anak untuk diasuh.
Pekan ini tiga orang seniman istimewa yang saya tahu meninggal dunia. Darso (seniman Sunda), Utha Likumahuwa (penyanyi), dan Elida Tamalagi (sutradara). Semoga karya yang mereka lahirkan bertualang ke mana-mana dan mendaur ulang eksistensi penciptanya yang jasadnya melebur dengan tanah.
… sebab berita mungkin basi, tetapi koran tidak.
Salamatahari, semogaselaluhangat dan cerah,
Sundea
Good luck untuk kolaborasi maut Tesla Manaf Efendi dan Mahagotra Ganesha untuk launchingnya di hari keseimbangan ini ;)
Komentar