Sebuah pohon bisa saja sangat kokoh. Tetapi ia punya banyak ranting. Ada yang kuat, ada pula yang rapuh. Ada yang ditumbuhi daun, ada pula yang kering. Pada suatu hari, di sebuah ranting rapuh yang kering, seekor ulat bulu gendut beringsut lambat. Dengan segera ia menarik perhatianku.
“Hei, Ulat, siapa nama kamu?” sapaku.
Ulat itu berdengung sekaligus mendesis, “Zsazsazsu …”
Ternyata ulat itu melantunkan sebuah lagu. Judulnya Zsa Zsa Zsu. Selain lamban, lagu itu pun muram, wagu, dan mencekam. Meski diawali dengan vokal perempuan bermelodi mayor yang (seharusnya) tidak suram, petikan gitar monoton yang sendiri mengiringi membuatnya terkesan gamang; menelan liriknya yang seharusnya witty dan jenaka,
“… and for god’s sake he stunned me
his voice so sweet like the mellow sound of saxophone
I bet he’s good at sex on the phone ….”
Selanjutnya, suara cello yang berat seperti pintu tua masuk lamat-lamat. Menyusul vokal laki-laki dalam melodi lebih suram dan lirik yang lebih serius,
“… she got no wrong in her life
Twist your head to change your point of view,
I give you my deepest condolences …”
Apa ini ? Sebetulnya Zsa Zsa Zsu bercerita tentang dua orang yang sedang berselisih atau jatuh cinta ? Atau mereka jatuh cinta dalam sebuah perselisihan ? Atau justru berselisih karena saling jatuh cinta ? Atau ini bukan perselisihan sama sekali ? Aku memiringkan kepala, mencoba mencermati lebih saksama.
“Oh I just only see, perhaps you’ll find your …”
Perlahan sepasang sayap terbit dari punggung Zsa Zsa Zsu. Prosesnya tak seperti metamorfosa biasa, tetapi tetap menakjubkan. Sayap itu merambat halus seperti berkas cahaya dari jendela yang sedang dibuka. Ia mengembang seperti kelopak bunga, lalu setelah cukup kuat, mengepak meninggalkan ranting kering yang rapuh,
“… zsa zsa zsu...”
Aku terpesona. Ia seakan terbang dibawa angin, namun aku tahu sesungguhnya sayapnyalah yang mengendalikan angin. Kesan muram, wagu, dan mencekam itu menjelma menjadi warna-warna yang lembut namun penuh keyakinan. Air sungai merayakannya dengan gemericik. Cahaya matahari membingkai tepi sayap Si Kupu-kupu. Aku tengadah mengamati Zsa Zsa Zsu yang terbang semakin tinggi entah akan ke mana. Sepenuh hati aku menangkap keindahan yang ia tinggalkan, namun tak berusaha melarangnya pergi.
“We are a perfect match, cause we’ ll become a featured cast
I suppose, I suppose, we supposed …”
Zsa Zsa Zsu adalah istilah untuk kupu-kupu di perut. Muncul ketika kamu jatuh cinta. Begitu sempurna. Namun zsa zsa zsu tak selamanya tinggal. Dan kamu tahu itu. Setelah Si Kupu-kupu terbang, aku memahami cerita Zsa Zsa Zsu.
Mungkin aku pun baru menemukan zsa zsa zsu -ku. Bisa jadi ini pertama kalinya ada burung yang terpikat pada ulat. Lupa berkicau karena jatuh sayang pada nyanyiannya. Tidak memangsanya, justru membiarkannya terbang pergi. Untuk beberapa saat aku tidak bersikap seperti burung, tetapi aku tak pernah menyesal. Zsa zsa zsu adalah sesuatu yang istimewa. Tidak semua burung mengalaminya karena mungkin mereka sudah keburu memangsa si ulat sebelum tahu bahwa ulat itu adalah bakal kupu-kupu.
“Oh I just only see, but my heart is agree …,”
Mungkin suatu saat nanti Si Kupu-kupu akan kembali dalam bentuk yang berbeda. Sebab setiap hal baik yang pergi tak pernah lupa menanam.
Glockenspiel adalah tanda waktu yang berdenting. Mengingatkan aku untuk kembali menjadi burung,
berkicau, mengepakkan sayap, terbang meninggalkan ranting kering, dan membangunkan anak-anak sekolah lagi di pagi hari.
Masih cukup pagi ketika aku bertolak. Tak ada ranting yang harus patah.
Sundea
Zsa Zsa Zsu adalah lagu Rock n Roll Mafia yang di-cover oleh Katjie Piering. Duo yang terdiri dari Ay dan Sigit ini baru saja menelurkan EP “Kinanti” yang dapat kau unduh di sini . Nikmati nuansa teduh sentimentil tatar Parahyangan dan keceriaan permen warna-warni dalam kolaborasi mereka. Secangkir bandrek susu hangat yang menemanimu pada sore menjelang malam di kota Bandung yang dingin.
Komentar
Percaya, deh, lagu Katjie Piering bagus semua ...
Bertahun aku mencari artinya