Meski

Siang itu Anak Beruang dan Anak Kelelewar bergelantungan berdua. Bagi Anak Beruang, semua serba terbalik. Malam jadi siang dan siang jadi malam. Atas jadi bawah dan bawah jadi atas. Bagi Anak Kelelawar, tidak ada yang terbalik. Hanya saja ada suatu malam ketika ia tidak bermain sendirian.





“TOOOLOOOOONGGG … !!!!” JEDUKKK !!! Ada yang menabrak jendela kamar Anak Beruang. Anak Beruang terlonjak kaget. Cepat-cepat ia melompat turun dari tempat tidurnya.

“Siapa di situ?”
“Aku, aku, Anak Kelelawar …”
“Kok bisa-bisanya, sih, kamu sampai menabrak jendela aku?
“Maaf, maaf, aku tiba-tiba kehilangan keseimbangan …”

Setelah mendapatkan keseimbangannya kembali, Anak Kelelawar bergelantungan di kusen jendela Anak Beruang

“Tidur lagi, gih,” suruh Anak Kelelawar seenaknya.
“Mana bisaaaa?”
“Ya sudah, main saja, yuk …”
“Hah? Main apa malam-malam begini?”
“Ada, deh, pokoknya …”

Karena ingin tahu, akhirnya Anak Beruang berlari-lari mengikuti Anak Kelelawar. Anak Kelelawar terbang pelan-pelan menyorong gelap. Ia tahu Anak Beruang memiliki mata siang yang tak awas di malam hari, jadi dialah yang harus menjaga langkah Anak Beruang dengan hati-hati.

“Ini buah kesukaankuuuu,” seru Anak Kelelawar sambil bertengger di ranting sebatang pohon. Anak Beruang mencoba menerka jenisnya, meski tak berhasil karena malam itu gelap sekali.
“Jangan ditebak-tebak, dicoba saja,” kata Anak Kelelawar seperti bisa membaca isi kepala Anak Beruang. 

Ia melempar sepotong buah kepada Anak Beruang. Anak Beruang mencicipinya. Buah itu berkulit tipis. Rasanya lembut dan manis. Anak Beruang menyukainya, meski ia tetap tak tahu buah apa itu.
Selanjutnya mereka menonton parade kunang-kunang, mendengarkan nyanyian jangkrik dan kodok, lalu bertukar cerita di sekitar pohon.

“Kenapa kamu selalu menggantung terbalik?” tanya Anak Beruang yang mulai pusing dengan posisi Anak Kelelawar
“Karena kakiku kecil. Di tanah, kakiku tidak akan kuat menopang tubuhku.”
“Oooo…”
“Anak Beruang …’
“Ya …?”
“Terima kasih karena menamaniku bermain. Biasanya aku bermain sendirian.”
“Sama-sama, Anak Kelelawar. Terima kasih karena menunjukkan hal-hal yang aku tidak pernah tahu. Kehidupanmu ternyata menarik dan menyenangkan …”

Meski berjajar dalam posisi saling terbalik, keduanya dapat saling memahami. Dan meski Anak Kelewar bersayap, sementara Anak Beruang bertangan, keduanya dapat saling berpegangan, hingga matahari datang.

“Hoaaaahmmmm … ini jam tidurku,” kata Anak Kelelawar
“Harusnya ini jam bangunku, tapi … hoaaahm … aku mengantuk juga …”
“Pulang, gih, tidur …”
“Anak Kelelawar ?”
“Ya …?”
“Apa Anak Beruang bisa menggantung terbalik di pohon juga?”

Meski mungkin hanya hari itu, Anak Beruang dapat menggantung terbalik seperti Anak Kelelawar. Dan meski mungkin hanya hari itu, malam menjadi siang dan siang menjadi malam bagi Anak Beruang.

Anak-anak itu tertidur di pohon.

Meski ketika terjaga nanti keduanya harus kembali kepada siklus masing-masing, pertama dan terakhir yang mereka miliki berdua hari itu akan seterusnya menjadi poros ….

Sundea



cerita dan ilustrasi: Sundea

Komentar

Qisthi Syahida mengatakan…
aku suka yang ini, meski...^_^
salamatahari mengatakan…
Makasih, ya, Qisthi =)