Ali Muakhir adalah penulis cerita anak-anak yang produktif. Dalam satu tahun, ia bisa menghasilkan beratus-ratus buku. “Yang saya tulis hari ini diambil dari ide yang dulu-dulu, seperti ada bank idenya,” ia membuka rahasia.
Ketika bertemu langsung dengan ayah tiga anak ini, Dea tidak heran. Ia yang mungil senantiasa lincah bergerak ke sana ke mari. Semangat bermain, kreativitas, dan kehangatan anak-anak memancar dari pori-porinya.
Ketika diminta membantu Kang Ali mengunggah foto-foto kegiatan “Penulis Bacaan Anak”, Dea dan Kang Ali mengobrol cukup banyak. “Saya nikah umur 24, istri saya umur 20. Waktu itu saya belum punya apa-apa. Tapi ibu saya bilang, ‘kalo soal rizki jangan khawatir, rahim itu ladangnya rizki’,” papar Kang Ali.
Ia juga sempat bercerita mengenai status-status facebook-nya yang mendadak mesra-merayu. “Ada yang kira saya puber ke dua. Padahal ini ada yang minta buat tulisan,” cerita Kang Ali sambil mengikik jahil. Sebentar kemudian, kemesraan yang nyata hadir dalam sms istrinya. “Kalau jam segini, istri saya suka ngingetin udah makan atau belum. Hal kecil, sih, tapi …,” Kang Ali tidak melanjutkan kalimatnya. Sambil senyum-senyum seperti ABG kasmaran, ia memblas sms sang istri. Pastinya dengan mesra pula.
Kang Ali bercerita apa saja. Tentang ide-ide yang membuatnya produktif menulis, tentang semangatnya membuat sesuatu yang baru, tentang millist Penulis Bacaan Anak, tentang … akhirnya Dea tidak tahan untuk tak mewawancaranya.
Dea : Kang Ali, kalo udah gini Dea wawancara aja sekalian untuk Salamatahari.blogspot, ya …
Kang Ali : Boleh …
Dea : Gini. Salamatahari.blogspot minggu depan kan temanya dasar. Menurut Kang Ali, dasar itu apa, sih ?
Kang Ali : Dasar itu … fondasi, ya. Fondasi harus bener. Salah sedikit aja akan menghancurkan semuanya.
Dea : Terus, yang paling mendasar dari kehidupan Kang Ali adalah … ?
Kang Ali : Yang paling mendasar … religiositas atau agama.
Dea : Religiositas atau agama, Kang ? Beda, lhoooo …
Kang Ali : (berpikir) Reliigiositas, religiositas. Gini. Saya memang lahir di lingkungan yang agamis. Mbah itu kyai. Ayah saya juga kyai yang ngajarin orang kampung. Waktu kecil saya sekolahnya dua ; pagi SD, sore agama. Jadi ayah menerapkan agama dari dasar sekali. Misalnya, harus hafal Juzz 30. Begitu sudah besar, baru saya tahu fungsinya. Juzz 30 itu isinya …
Tiba-tiba seseorang datang menghampiri meja Kang Ali. Ia dan Kang Ali mengobrol sebentar sampai kemudian Kang Ali pamit, “Sebentar, ya …” Dea mengangguk.
Ternyata Kang Ali tak kunjung kembali. Dea pun mengemas barang-barang dan memutuskan untuk pergi juga.
Hari itu, wawancara yang sesungguhnya memang hanya sekejap mata. Tetapi obrolan sebelumnya sudah mendasari posting untuk Salamatahari minggu ini … ;)
Sundea
Komentar