Deu Galih adalah pencipta soundtrack Salamatahari. Ia adalah musisi yang senantiasa membagi karyanya luas-luas seperti sinar matahari.
Lalu … bagaimana ia memandang “broken” ? Setelah sebuah obrolan personal, Dea memutuskan menanggapnya sebagai penyalamatahari di Salamatahari.blogspot edisi “Broken”.
Dea : Galih, semoga ke depannya elu bisa lebih kuat, tegap, dan bikin karya-karya yang lebih berpengaruh, ya …
Galih : Makasih, Dea …
Dea : Sama-sama, Gal. Btw, menurut lo, broken itu apa, sih ?
Galih : Broken itu kata yang aneh. Broken jadi semacam barang bekas, padahal kan bisa didaur ulang biar lebih nyeni. Toh, kita dikelilingi sesuatu yang second, kayu jadi patung kan barang second sebenernya, asal kayu kan dari pohon
Dea : Broken dan brokoli miripnya apa ?
Galih : Broken dan Brokoli gue perkirain itu seperti nyebutin Hujan dan Gerimis. Mereka ‘Bro’ alias Brothers. Hehe ..
Dea : Hehehe … kaloooo … broken sama brownies ?
Galih : Broken itu bisa hilang, selama kita masih bisa punya kesempetan makan Brownies.
Dea : Hmmm … jadi pengen brownies. Udah, ah, kita alihkan ke pertanyaan yang agak serius. Pernah, nggak ada yang broken dalem idup lu ?
Galih : Pernahlah.
Dea : How did you fix it ?
Galih : Kalo kata Hanuman yang berwarna putih, “Manusia itu abu-abu, dia tidak pernah dalam kondisi fix. Tidak pernah broken, tidak pernah akan fix. Selalu berlanjut.” Jadi, sebaiknya berusaha mendekati fix dalam keadaan apa saja.
Dea : Terus, apa pengalaman broken paling gres yang terjadi sama lu akhir-akhir ini ?
Galih : (berpikir) Ternyata kebanyakan gue sering broken disebabkan sesuatu yang konyol di depan mata gue. Menurut gue, konyol itu memang sifat asli dari broken. Konyol adalah ke-broken-an dari sesuatu yang serius lho, De.
Dea : (bingung) Baiklah. Terus apa yang lu dapet dari “konyol adalah ke-broken-an dari sesuatu yang serius” itu ?
Galih : Jangan sedih, yang sedih udah banyaaakk. Macem ini, De... Gue suka matahari dengan jarak tertentu. Dia sosok yang cerah. Tapi, pas kita liat sosok sebenar-benarnya dari matahari, dia tuh sampe meluap-luap panas bukan main, demi dia nerangin yang lain; tapi dengan jarak, dia jadi sumber kehidupan yang baik. Jadi, ga ada yang betul-betul sempurna setelah gue mikir begitu, De. Itu yang gue dapet. Ah Deaaa, lu bikin seger gue!
Dea : Lah … ngapa gua yang bikin seger ? Kan lu seger sendiri. Nah, itu tadi kan yang lu dapet. Kalo yang lu buang apa ?
Galih : Ga ada. Orang yang mengerti masa depan dia sebagai rumput yang akan selalu tumbuh meskipun dipotong habis, akan terus ingat masa lalunya sebagai rumput. Dia akan terus tumbuh. Ga akan nyerah dengan hal besar sekalipun. Menurut gue, De.... justru hal kecil seperti rumput begini sering dilupakan orang-orang, bahwa sebetulnya hidup rumput lebih besar daripada yang jelas-jelas terlihat.
Dea : Hmmm… baiklah … terakhir, nih … lu pernah ngerusak sesuatu, nggak ?
Galih : Tentu, De. Senar gitar, itu paling sering ‘rusak’. Saking senengnya, eh putus; saking marahnya juga... eh putus. Ngegenjreng gitar itu dengan penuh perasaan, De. Ternyata, gue belajar bahwa perasaan pun harus memiliki batas agar tetap terjaga. Tidak terlalu manja, tidak terlalu keras.
Dea : Aduuuh … jadi terharuuu … Baiklah, segini dulu, Gal. Makasih banyak, ya, sukses buat Uma Huma-nya besok …
Galih : Sama-sama. Tetep ceria ya, De. Yang sedih udah banyaaaaaaakkk. Hihihi …
Uma Huma adalah acara terakhir yang akan diselenggarakan Galih di Ngeumong Café Library, Jatinangor. Untuk info lebih lengkap, klik di sini. Jangan lupa datang, ya, Teman-teman …
Setelah wawancara, sekilas potongan lirik Salamatahari ciptaan Galih seperti melintas di kepala Dea, “… Jangan kau bersedih, kuajakmu menari, jangan kau bersedih, karena esok aku kan kembali …”
… dan kegembiraan yang sekarang pergi akan kembal dengan muatan kegembiraan lain.
Esok.
Sundea
Ingin kaus “Salamatahari” yang dikenakan Galih ?
Hubungi Didin (022-76172097/085294749083)
Harga : Rp 70.000,00
Komentar
Senang bgt sama pendapat soal matahari! ^^
thx for sharing... >,<
Sama2 (ngewakilin Galih) ^_^