-Japan Foundation, 17 Desember 2009-
Photo Exhibition “Maling Jemuran”
Robin Hood membuat “maling” punya sudut pandang berbeda. Ia yang tampan dan terampil memanah mencuri harta orang-orang kaya lalu menghadiahkan hasil curiannya kepada orang-orang miskin. Pada cerita rakyat dari Inggris ini, maling jadi heroik dan mengandung nilai-nilai bakti sosial.

Jadi demikianlah. Aiko menangkap beragam warna dan budaya yang berkibar-kibar pada jemuran. Ada kasih sayang dan keluarga pada “Dialektika”, jemuran yang bersanding dengan sepatu bayi dan kayu-kayu bakar. Ada kebiasaan menjemur di atas batu di Bali dalam “Mengatur Komposisi di Atas Batu”. Ada pula jemuran yang berefleksi dengan sungai dalam “Kehidupan di Tepi Kali Kaki Gunung Galunggung”. Kecermatan membidik dan ketrampilan membangun bingkai membuat Aiko mampu menangkap bahasa visual dalam jemuran. “Jemuran itu puitis dengan sendirinya. Ia seperti instalasi yang apa adanya,” ungkap Aiko.
![]() |
“Dialektika” |
Tetapi, ketika ditanya mengenai jemurannya sendiri Aiko tersipu. “Nggak semua saya jemur di luar. Pakaian dalam saya saya jemur di kamar mandi,” ia mengaku. Bagi Aiko, pakaian dalam itu personal. Meski mengagumi keterbukaan orang lain dalam jemuran, ia sendiri sangat pemalu. “Berani tampil dalam pameran ini saja benar-benar perjalanan yang sulit,” ujarnya.
Dua kuntum bunga matahari mungil terbit dalam “Kering dengan Bunga Matahari”, salah satu karya Aiko. “Aku suka yang ini,” kata Dea, “Kayaknya di sini yang ngeringin jemurannya si bunga matahari, deh, bukan mataharinya.” “Mataharinya. Kebetulan aja bunganya ada di situ,” sangkal Aiko. Dea menyeringai. Yakin ?
Rok dan blus bernuansa bunga matahari menyala seperti kap lampu berbohlam. Kedua bunga matahari yang terlalu pemalu untuk bersinar sendiri meminjamkan cahayanya diam-diam.
![]() |
“Kering dengan Bunga Matahari” |
Sundea
Aiko bisa dikontak di : bintsoead@gmail.com
Nantikan “Maling Jemuran” Part Two di Galeri Foto Jurnalistik Antara, 9-16 Januari 2010
Komentar