Krauss Krauss Krauss





Ulat melata perlahan-lahan di atas daun jambu. Ia begitu kecil dan tersembunyi. Hanya Anak Beruang yang tahu keberadaannya.

“Hai, Ulat Daun!” sapa Anak Beruang sambil mendekatkan hidungnya ke permukaan daun.
“Oh, hai, Anak Beruang,” sahut Ulat Daun. Ia terkejut karena tiba-tiba ada yang menyapanya.
“Bagaimana kabar kamu?” tanya Anak Beruang.

Ulat Daun tampak bingung. Belakangan ia mengalami terlalu banyak hal. Mulai dari yang menyenangkan, sampai yang tidak menyenangkan. Mulai dari menemukan daun yang super enak, sampai hampir musnah disemprot pestisida. Ulat Daun juga sedang bersiap-siap menjadi kupu-kupu. Itu membuatnya begitu bersemangat dan penuh harapan.  Karena begitu penuh, Ulat Daun tidak tahu harus menjawab dan bercerita seperti apa.
 
“Kabarku … krauss …krausss … krausss …,” sahut Ulat Daun akhirnya sambil menggerogoti daun.
“Apa artinya?” tanya Anak Beruang.
“Artinya … krauss … krauusss … krausss …,” ulang Ulat Daun.
Anak Beruang masih tidak mengerti.

Meskipun begitu, Anak Beruang tak merasa harus mengerti. Bunyi krauss krauss krauss yang renyah itu membuatnya senang. Itu sebabnya, keesokan harinya, dan keesokan harinya lagi, dan keesokan keesokan harinya, Anak Beruang datang lagi.

“Jadi bagaimana kabarmu hari ini?” tanya Anak Beruang pada suatu hari ketika ia datang lagi.
“Perasaanku … krauusss … krauss … krauss …”
“Apa yang paling kamu inginkan saat ini?”
“Yang paling aku inginkan adalah krauss … krausss … krausss …”

Sepanjang siang, Anak Beruang mendengarkan cerita “krauss krauss krauss” Ulat Daun. Ternyata “krausss krauss krauss ” yang berulang memiliki pola tertentu. Anak Beruang jadi tahu kapan Ulat Daun meng-krauss dengan senang, kapan Ulat Daun meng-krauss dengan sedih. Anak Beruang juga jadi tahu kapan Ulat Daun ragu-ragu, kapan Ulat Daun mantap bergerak.

Anak Beruang tidak tahu kalau Ulat Daun pernah menemukan daun yang super enak, tapi ia memahami rasa senangnya. Anak Beruang tak tahu Ulat Daun pernah hampir musnah disemprot pestisida, tapi ia memahami ketakutannya. Anak Beruang tidak tahu Ulat Daun sedang bersiap menjadi kupu-kupu, tapi Anak Beruang merasakan harapannya. Ia ikut merasakan sedih dan bahagia Si Ulat Daun tanpa harus betul-betul mengerti apa persisnya yang ia kisahkan.

“Jadi begitu ceritanya, Anak Beruang,” Ulat Daun menutup kisah “krauss krauss krauss” –nya hari itu.
“Iya, aku paham.”
“Memangnya kamu mengerti bahasa Krauss?”
“Aku tidak bilang mengerti, aku cuma bilang kalau aku paham.”
“Lalu bagaimana kabar kamu sendiri?” Ulat Daun balik bertanya.
Ganti Anak Beruang yang bingung.

Belakangan ia tidak mengalami terlalu banyak hal. Ia yang biasanya suka bertualang dan bermain sedang tak banyak pergi ke mana-mana. Teman-temannya pun entah sedang berada di mana. Anak Beruang lebih banyak tinggal di rumah, membantu Ibu Beruang mencuci dan menjemur.

Sesobek daun jambu ditup angin, melayang-layang seperti menari, kemudian jatuh menyentuh tanah.

Sobekan itu pasti ada di dekat kaki Anak Beruang. Namun, benda kecil yang hijau tersebut tersembunyi di antara rerumputan yang seragam.  

pixabay Alexas_Fotos



Komentar